Dua Puluh Tahun Ubuntu : Pengalaman Pengguna Linux Harian


Ternyata pada bulan ini Ubuntu OS sudah 20 tahun. Ubuntu adalah sistem operasi yang berbasiskan linux kernel. Dia dikembangkan oleh Canonical LTD di atas OS Debian. Ubuntu mendapatkan popularitasnya karena sokongan yang besar dari Mark Shuttleworth, dengan jadwal rilis yang teratur setiap enam bulan sekali. Tiap dua tahun rilisnya merupakan LTS atau Long Term Support selama 3 tahun lalu diperpanjang menjadi lima tahun.

Pertama kali saya mencoba Ubuntu ialah tahun 2008. Saat itu diajarkan oleh Sani Arafat. Beliau menginstallkan Ubuntu Gutsy Gibbon pada laptop saya yang masih terinstall Windows XP. Sani mempartisi hardisknya menjadi dual OS. Saat itu, Ubuntu Gutsy belum bisa membaca hardisk NTFS secara default. Kita harus menginstall dari repositori. Dan parahnya, saya tidak mengerti apa itu repo. Katanya harus menginstall Samba dari repo di Kambing.ui. Padahal masa itu belum ada internet di kost. HP pun masih HP batangan tidak bisa hotspot. Main ke warnet, ga ngerti cara mendownload Samba. Nanya ke operator juga ga pada ngerti.

Salah satu hobby saya saat itu adalah main ke Gramedia. Di sana ada majalah linux lengkap dengan CD ISO Mandriva. Ternyata Mandriva dapat membaca NTFS. Pun banyak aplikasi bawaan yang sudah terinstall. Saya mulai nyaman dengan Mandriva karena selain aplikasi bawaan yang lengkap, driver pun juga lebih baik dan tampilannya mempesona. Mandriva menggunkan Desktop Environmet KDE dengan paket manager RPM.

Sembari memakai Mandriva, saya registrasi di situs resmi Ubuntu. Oleh karena itu pada jadwal rilis selanjutnya, saya dikirimi oleh Canonical CD ISO Ubuntu Hardy Heron. Saya Install, dan ternyata bisa membaca NTFS. Oke juga ini. Ketika saya tambahkan versi Edubuntu, Naz Ila yang saat itu masih mengajar, merasa senang. Sepertinya beberapa kali saya mendapatkan kiriman. Selain Hardy saya juga dapat Intrepid Ibex, Jaunty Jackapole, kalau tak salah Lucid Lynx.

Setelah itu saya tetap memakai Ubuntu dengan dual OS di laptop dan single OS di PC. Bahkan ketika Canonical memperkenalkan Unity di rilis Natty Narwhal, saya menggunakan Unity itu sebagai studi kasus untuk tesis saya menggunakan teori Decomposed TPB. Ternyata enak juga menjadikan linux sebagai studi kasus tesis. Soalnya dosen penguji tidak mempunyai basic pemahahan tentang linux. Mereka melongo karena blank. Saya ga merasa sedang diuji, malah merasa sedang jadi narasumber. Hahaha.

Ketika PC saya ditembak petir, saya sedang memakai Ubuntu Precise Pangolin. Oh ya, dua kali petir menyambar PC saya. Yang pertama ketika memakai Oneiric Ocelot, dan kedua ketika Precise Pangolin itu. Pada sambaran kedua, saya memutuskan untuk tidak lagi memperbaiki PC. Capai.

Saat itu saya harus mengandalkan laptop yang sudah menua. Tidak mungkin lagi menjalankan dual OS. Bahkan dengan satu OS Ubuntu saja laptop saya sudah ngos-ngosan. Kenalan saya Ali Akbar menyarankan saya memakai satu OS tunggal saja. Sarannya memakai Ubuntu dengan desktop environment LXDE atau yang dikenal sebagai Lubuntu karena ringan dan cocok untuk laptop tua. Saya coba tapi belum mengesankan.

Kiri : Zorin Lite; Kanan : Mint XFCE

Hingga pada 2016 saya mencoba memakai turunan Ubuntu yang lain. Linux Mint dengan desktop environment XFCE. Dan cukup memuaskan. Sebenarnya saya juga bertualang mencoba turunan Ubuntu yang lain yaitu Zorin Lite yang turut memakai desktop environment XFCE. Tapi saya balik lagi ke Linux Mint XFCE karena komunitas pendukungnya lebih banyak. Lebih mudah troubleshooting-nya.

Demikianlah pengalaman saya memakai linux dalam rangka 20 tahun Ubuntu. Kesimpulannya rekam jejak pemakaian linux saya selama 16 tahun ini umumnya berkisar di Ubuntu dan turunannya (walaupun pernah beberapa bulan dengan Mandriva).

Sekarang saya sudah lupa cara memakai Windows.

Bagaimana pengalaman kawan-kawan?

Sumber gambar : Ubuntu Facebook Page

Post a Comment

0 Comments

Recent Posts