Takdir Berjumpa di Rumah Sakit


 "Kita ini ditakdirkan selalu berjumpa di rumah sakit, Da," begitu Hendriko Handana mendefinisikan perjumpaan kami.

Ini kali kedua kali bertemu di rumah sakit tanpa disengaja. Dahulu, kami bertemu di RS Hermina. Sekarang kami bertemu di RS UI. Masih sama-sama di Rumah Sakit.

Hendriko adalah kader PII di Padang Japang. Padang Japang sebenarnya bukan nagari. Ia hanya bagian dari Nagari VII Koto Talago. Akan tetapi, kebesaran sejarahnya membuat Padang Japang dikenal luas. Di sini berdiri Pondok Darul Funun El Abbasiyah dan Nahdhatun Nisaiyyah yang didirikan oleh Syekh Abbas Abdullah dan Syekh Mustafa Abdullah. Darul Funun diperuntukkan untuk santri laki-laki, sedangkan Nahdhatun Nisaiyah untuk santri putri. Ini terobosan pada masa itu karena ada pesantren khusus putri.

Darul Funun sempat didatangi oleh Soekarno pada tahun 1942 ketika baru saja bebas dari pembuangan di Bengkulu. Kepada Soekarno, Syekh Abbas berpesan tentang dasar negara berdasarkan ketuhanan dan menghadiahkan sebuah peci. Di pesantren ini juga pendiri Diniyah School Padang Panjang, Engku Zainuddin Labai El Yunusi pernah nyantri. Kelak, adik Zainuddin Labai yang bernama Rahmah El Yunusiah mendirikan Diniyah Putri Padang Panjang yang kelewat terkenal itu.

Akibat adanya Darul Funun dan Nahdatun Nisaiyyah - orang sana menyebutnya Nadah - desa itu dahulunya menjadi basis PII. Santri-santri Darul Funun dan Nadah beramai-ramai mengikuti training PII sehingga kata Ibu Elinar Anas, jalan dari gerbang menuju Nadah sempat disebut jalan PII. Kabarnya pada masa itu hampir di tiap rumah minimal ada 1 anggota keluarganya yang menjadi anggota PII. Termasuk Ayah, Paman hingga Hendriko dan sepupunya.

Ada cerita unik terkait perjalanan Hendriko di PII. Dahulu, setelah PII melemah di zaman Orde Baru, PII Cabang Padang Japang, Cabang Ma'had Islami, Cabang Situjuh, dan Cabang Payakumbuh disatukan menjadi PD PII Kab. 50 Kota dan Kodya Payakumbuh. Anehnya setelah disatukan ketiga cabang itu (Padang Japang, Mahad Islamy, dan Situjuh) redup dan vakum. Hingga pada tahun 1998, di era Farid Fajri sebagai Ketua PD dimulai usaha untuk meneroka kembali Padang Japang. Adiyes Putra didapuk menjadi Ketua Panitia dan Tomy Man Bayoe berbekal motor pinjaman mencoba mendekati kembali Ibu Farida, pimpinan Nadah ketika itu. Di sanalah mulai PII Padang Japang menggeliat lagi.

Para PII senior dari Padang Japang seperti keluarga Buya Nashruddin Thaha (Ibu Arifah Thaha, Atifah Thaha, Brigjend Adityawarman Thaha) termasuk Ayah dan Paman Hendriko kembali turun gunung. Hingga sampai pada titik mereka ingin supaya PII Padang Japang berdiri independen kembali, lepas dari PII Payakumbuh.

Maka usaha dimulai. Hendriko ditunjuk sebagai Ketua Pengurus Daerah Padang Japang. Negosiasi dengan Pengurus Wilayah dijalankan. Kabid PPO PW PII Sumbar saat itu yakni Kanda Irfan Malin Mudo sudah menyetujui. Namun ada satu ketentuan dalam pemekaran, ia harus sepertujuan PD PII Payakumbuh sebagai induk.

Di sinilah Hendriko harus berdebat dengan PD Payakumbuh di bawah pimpinan Adel Wahidi Malin Parmato. Saat itu Adel sudah kelas 2 Aliyah sedangkan Hendriko masih kelas 3 SMP. Hendriko yang jam terbangnya masih di bawah Adel belum bisa meyakinkan forum untuk melepas Padang Japang. Bahkan Brigjend Adityawarman Thaha yang saat itu masuk ke forum tidak dapat meyakinkan anak-anak SMA di PD Payakumbuh itu untuk melepas Padang Japang. Terpaksa Jenderal bintang 1 itu merelakan Padang Japang tetap menjadi bagian dari PD Payakumbuh.

"Awak ini Ketua yang tidak jadi, Da." Kata Hendriko mengenang sambil tersenyum.

Tapi bukan berarti Hendriko berhenti. Selain aktif di PII, Hendriko kemudian menjadi Ketua OSIS di MAN 2 Payakumbuh. Ia juga terpilih mewakili Sumatera Barat menjadi komandan dalam Pasukan Pengibar Bendera 17 Agustus di Istana Negara. Sebelum berangkat ke Jakarta, Hendriko pergi ke Bukittinggi mencari produk kerajinan untuk dibawa ke Jakarta.

Nah bagian ini yang Hendriko lupa. Kita pernah bertemu tidak di Rumah Sakit.

Di mana itu?

Di pedagang kaki lima yang menjual alat musik tradisional di dekat bioskop Gloria, Bukittingi.

Sepertinya saya masih juara dalam hal mengingat masa lalu.

#Eh.

Post a Comment

0 Comments

Recent Posts