Ticker

6/recent/ticker-posts

Biketouring Indonesia: Depok ke Banten Lama (Persiapan Minim) - Bagian I

Biketouring, gowes, sepeda federal

Saya berniat melakukan biketouring dari Depok ke Banten Lama, touring sepeda low‑budget tanpa rencana detail, hanya bermodal sepeda dan niat yang kuat plus kenekatan.

Sebenarnya, sudah lama saya berangan-angan melakukan perjalanan jauh dengan sepeda. Ada nuansa petualangan yang saya rindukan yakni melintasi berbagai wilayah, menyerap keragaman, dan mengalami segalanya secara fisik. Bersepeda memungkinkan itu semua. Saya dapat menyusuri desa demi desa, kota demi kota, dengan tubuh yang merekam semua sensasi. Dalam benak, saya kadang merasa seperti Ibnu Batutah, si pengelana yang teramat masyhur itu, meski tentu saja saya adalah versi ecek-ecek.

Saya selalu membayangkan satu tipe perjalanan yang agak liar tanpa rencana jelas soal tempat menginap, tanpa jadwal ketat. Tidak menginap di hotel, tidak pula booking via aplikasi. Melainkan menumpang istirahat di musala, SPBU, warung, atau emperan sekolahan. Ini berarti saya harus berlatih mendekati orang-orang lokal seraya berharap mereka bersedia mengizinkan properti mereka menjadi tempat singgah saya barang semalam. Tapi, perjalanan seperti ini tentu butuh kesiapan fisik, mental, waktu, dan terutama keberanian menghadapi ketidakpastian. Jangan sampai tumbang seperti ketika bike to work kali pertama dahulu. Dan itu pula alasan kenapa impian ini lama tak terwujud.

Mimpi saya adalah melakukan perjalanan lintas pulau. Misalnya ke kampung halaman saya di Sumatera Barat. Atau ke Bali. Atau ke Jogja. Tapi ya itu tadi, keraguan akan kesiapan fisik, mental dan uang membuat rencana itu belum juga terjadi. Makanya saya berpikir untuk mencari alternatif yang lebih dekat. Yah, Banten Lama. Jaraknya hanya 115 km dari tempat tinggal saya. Total jarak tempuh PP akan menjadi sekitar 230 km. Jika memakai roadbike, jarak ini sebenarnya bisa dicapai dalam beberapa jam saja. Tapi durasi ini tentu berbeda dengan sepeda MTB saya yang berbahan steel dengan kecepatan rata-ratanya hanya 10-13 km per jam. Mungkin akan memakan waktu 25 jam PP atau sekitar 2-3 hari perjalanan. Apalagi saya orangnya tak bisa ngebut ketika berkendara. Lutut sudah berdenyit-denyit seperti engsel tua yang berderik-derik.

Rute Biketouring Sepeda Federal
Rencana rute gowes Biketouring Depok - Banten Lama PP

Saya pikir, semakin dipikirkan, semakin tidak akan jadi. Jadi dari pada lama berpikir, akhirnya, menjelang 1 Muharram 1447 H, saya nekat memutuskan untuk segera gowes ke Banten Lama pulang-pergi tanpa banyak rencana. Banten Lama saya pilih, selain karena jaraknya lumayan dekat, juga karena di sana ada situs bersejarah. Saya orang yang suka melihat bekas-bekas peradaban yang ditinggalkan oleh orang-orang di masa lalu.  Maka pada Kamis, 3 Juli 2025, dengan persiapan seadanya, saya berangkat saja.

Sepeda Biketouring

Sepeda yang saya pakai adalah Federal MTB tua, usianya mungkin sudah seperempat abad jika mengacu pada nomor serinya. Saya membelinya dari seorang kolektor, dalam kondisi yang pas-pasan. Kalau cuma untuk keliling kompleks sih oke, tapi begitu dibawa naik tanjakan, gear langsung minta cerai. Rantai pun putus.

Teman-teman di grup Federal mengidentifikasi ini sebagai tipe StreetCat. Top tube-nya datar, cocok untuk touring. Setelah saya repaint dan pasang velg ukuran 26 x 1.50 plus ban Swallow Deli Tire botak, saya lengkapi dengan rear rack hasil beli online. Lampu depan saya beli 25 ribuan, baterainya diisi ulang dengan charger HP. Lampu belakang cuma 10 ribu, baterainya pakai baterai jam. Cukup untuk memberi tahu bahwa saya ada, bukan untuk menerangi jalan.

Perlengkapan & Barang Bawaan Biketouring

Saya tak punya tas panier, jadi semua barang saya masukkan ke backpack lusuh bekas kerja. Di dalamnya saya selipkan tiga stel pakaian. Dua celana training panjang, dua kaos lengan panjang, satu kemeja lengan pendek, dan satu celana pendek selutut. Lalu tiga celana dalam. Singlet? Tidak bawa sebab kemungkinan saya akan melalui jalur yang gerah. Kain sarung? Wajib.

Untuk tidur, saya tidak membawa tenda. Rencananya memang ngemper. Jadi saya bawa dua matras. Satu matras camping biasa, satu lagi matras yoga tipis untuk tambahan empuk dan insulasi dari dingin lantai. Plus, sleeping bag murah keluaran Leuser seharga 200 ribu yang dulu dibeli buat anak sekolah camping. Cukup hangat untuk tidur di emperan musala.

Karena tahu jalur pesisir rawan nyamuk, saya juga bekal dua sachet lotion anti-nyamuk.

Peralatan mandi yang saya bawa adalah sabun cair, sikat dan pasta gigi ukuran travel, handuk kecil, dan sepuluh sachet sampo. Kenapa sachet? Karena kalau botol tumpah, bisa nangis. Ada juga deodoran dan sunscreen yang entah merek apa, dibeliin istri. Eh punya istri... 

Backpack saya ikat di rak belakang bersama dua matras, pakai karet pengait. Sleeping bag saya pasang di stang, diikat tali sepatu. Tidak elegan, tapi efektif.

Ada juga tas pinggang murah seharga 35 ribuan yang saya pakai untuk menyimpan dompet, charger, power bank, sapu tangan, microfon mini yang saya beli 20 ribuan di Tiktok, dan benda-benda penting yang harus selalu dekat. Tak pernah berpisah dengan tubuh baik ketika di sepeda, saat makan, ketika shalat, tidur, hingga ketika BAB. Mirip tas tentara, tapi tanpa mesiu. Senjata rahasia saya cuma sisir. Kalau ada yang nakal, telapak kakinya akan saya sisir biar dia menggelinjang sesak pipis menahan geli.

Perlengkapan Lain untuk Biketouring

Untuk alas kaki, saya memilih sandal kodok alias Crocs KW milik anak saya. Kenapa? Karena jika memakai sepatu berarti saya juga harus membawa sandal jepit bila harus ke kamar mandi. Sementara bila membawa sandal jepit saja akan membikin kaki terbakar panas matahari. Sandal kodok adalah kompromi terbaik. Ujung kaki tertutup dari panas, tapi tetap nyaman dipakai ke kamar mandi. Satu alas kaki untuk segala medan.

Helm? Tidak bawa. Helm saya dulu hilang waktu ke Karawang. Sampai sekarang belum beli lagi. Sebagai gantinya, saya pakai topi 15 ribuan yang saya beli dari pengasong di Terminal Pasar Rebo. Sarung tangan buntung jari saya beli di pinggir jalan, cuma 10 ribu.

Perlengkapan repair sepeda? Nihil. Selain berat, saya memang tidak punya dan tidak bisa menggunakannya. Untungnya saya percaya bahwa sepanjang jalur ini bengkel sepeda tersebar. Prinsip saya: “Kalau rusak, cari bengkel.”

Obat-obatan? Bawa. Paracetamol dan tolak angin. Makanan? Tidak bawa. Camilan? Juga tidak. Air minum? Cuma satu botol 1,5 liter Le Minerale di bidon tunggal. Kalau habis, mampir warung. Pulau Jawa ini bukan antah berantah. Yang susah itu bukan nyari makanannya, tapi nyari duitnya.

Semua barang itu baru saya susun ke sepeda pagi hari saat hendak berangkat. Akibatnya, saya baru benar-benar mengayuh keluar dari rumah jam setengah sembilan pagi.

Bersambung : Ragu dan Meriang : Biketouring Depok – Banten Lama - Bagian II

Posting Komentar

0 Komentar