Ticker

6/recent/ticker-posts

Keuntungan Elektoral ketika Prabowo Menjamin Keamanan Israel

Prabowo, Israel, Palestina, Keamanan Israel

Statemen Prabowo di Majelis Umum PBB 2025 yang sama sekali tidak menyebut kata genosida, bahkan justru menekankan pentingnya memastikan keamanan Israel, memang mengundang kekecewaan sebagian publik di Indonesia. Namun jika dibaca dari perspektif elektoral, gambarnya bisa jadi berbeda sama sekali.

Secara elektoral, Prabowo tampaknya memahami bahwa basis pendukungnya rata-rata bukanlah kelompok yang secara ideologis pro-Palestina. Kalau pun mendukung Palestina, dukungannya lebih bersifat pragmatis dan normatif, mengikuti garis besar kebijakan resmi negara seperti solusi dua negara, bukan dorongan ideologis yang keras.

Pelajaran penting bisa dilihat dari peristiwa penolakan Piala Dunia U-20 tahun 2023 ketika Israel dijadwalkan hadir. Ganjar Pranowo, waktu itu, mengambil sikap keras menolak kedatangan tim Israel sebagai wujud solidaritas pada Palestina. Namun hasilnya justru berbalik arah. Elektabilitas Ganjar merosot, sementara elektabilitas Prabowo meningkat. Publik nasionalis–pragmatis, yang merupakan lumbung suara Prabowo sekaligus mayoritas warna ideologi politik pemilih Indonesia, rupanya lebih melihat risiko instabilitas ketimbang nilai simbolik solidaritas kepada Palelstina.

Sementara itu, pendukung Anies Baswedan—dengan aspirasi politik yang lebih dekat ke Islamisme—hampir bisa dipastikan secara ideologis pro-Palestina. Mereka menganggap isu Palestina sebagai identitas dan simbol perjuangan. Tetapi segmen ini bukanlah kelompok yang sejak awal bisa diandalkan Prabowo. Seberapa keras pun ia bersikap terhadap Israel, suara segmen ini tetap cenderung tidak akan memilih Prabowo.

Maka tidak heran jika Prabowo memilih bersikap moderat. Dalam kalkulasi politik, mengambil sikap keras kepada Israel justru akan berisiko mengulang nasib Ganjar berupa kehilangan simpati dari basisnya sendiri. Sebaliknya, dengan menjaga posisi aman—bahkan sampai pada titik menekankan keamanan Israel—ia justru memastikan loyalitas pendukungnya tetap solid.

Jika kita sederhanakan, inilah logikanya: bersikap keras ke Israel hanya akan memberi Prabowo imbalan elektoral yang sangat kecil, bahkan hampir tidak ada, karena segmen itu bukan pemilihnya. Bahkan langkah itu bisa sekaligus menggerus modal elektoral yang sudah ia miliki. Sebagai politikus yang rasional, tentu ia akan memilih strategi yang lebih aman. Kesimpulannya tegas, secara elektoral, pilihan untuk tidak keras kepada Israel—bahkan menjamin keamanan Israel—lebih menguntungkan bagi Prabowo.

Ujungnya, politiknya politikus bukan semata soal moralitas dalam pidato internasional, melainkan juga tentang kalkulasi elektoral tentang siapa yang benar-benar membawa suara ke bilik TPS, dan siapa yang tidak.

Sumber gambar : TheJakartaPost

Posting Komentar

0 Komentar